Selasa, 26 April 2016

Pertemuan Kedua

“Rak nomor dua belok kanan jalan lurus sampai ada tulisan ensiklopedia hadap kiri. Sudah sampai.” Seorang pemuda memandang rak di depannya dengan perasaan takjub. Tidak, bukan takjub dengan kondisi rak di depannya atau dengan deretan buku-buku besar itu, tidak. Tapi dengan seorang gadis yang tadi memberinya petunjuk tempat buku yang dipinjam oleh temannya kemarin. Ia mengingat pertemuannya dengan gadis tadi. Gadis yang ia tak tahu namanya.
Waktu sudah menunjukkan pukul 13.30, sebuah sekolah mulai terlihat ramai dengan kepulangan para muridnya. Di antara mereka, terlihat seorang gadis manis dengan rambut terkucir rapi sedang berkaca di depan spion motor salah satu guru. “Ehm.. Reni, ini catatan yang tadi mau kamu pinjam.” Gadis yang sedang berkaca itu pun langsung membalikkan badannya. “Ah.. terima kasih ya Fat, besok kalau ada catatan aku pinjam lagi.” Gadis itu langsung mengambil buku yang ada di tangan Fatih. Fatih hanya bisa terdiam. Ya, seperti yang lain, mereka akan langsung meninggalkannya. Tak akan ada yang menyapanya. “Hey, Fatih. Aku mau minta tolong ya, balikin buku ini ke perpustakaan kota dan ini kartunya. Terima kasih banyak.”
Dan itu satu lagi, yang selalu datang dan pergi dengan begitu cepat, Andi. Fatih melihat buku yang ada di tangannya saat ini, berat. Dan yang pasti dia belum pernah ke perpustakaan kota sebelumnya. Sudahlah, lihat saja nanti bagaimana. Perpustakaannya lumayan besar, ada musala di dalamnya. Ia pun memutuskan untuk masuk ke musala dulu. Setelah selesai, dia melihat ada seorang gadis duduk di dekat tasnya, terlihat sedang merapikan jilbab. Gadis itu tampak manis, tapi ia langsung berlalu begitu ia sadar bahwa Fatih sedang melihatnya. Astaghfirullah, Fatih langsung menundukkan pandangannya. Karena baru pertama di perpustakaan besar ini, Fatih hanya bisa melihat-lihat dulu.
“Baru pertama kali di sini ya?” sebuah suara dari belakang mengagetkannya.
“I..Iya..” seseorang itu tak lain adalah gadis yang tadi dilihat Fatih di musala.
“Cari buku apa? biar aku bantu,” tawar gadis itu.
“Aku cuma mau mengembalikkan buku ini, temanku yang pinjam,” gadis itu melihat sebentar buku besar yang dibawa Fatih. “Oh.. kamu jalan dari sini, rak nomor dua belok kanan, jalan lurus sampai ada tulisan ensiklopedia hadap kiri, sepertinya di situ,” jelasnya.
“Baiklah, terima kasih.” Fatih langsung pergi mencari tempatnya.

10 Tahun Kemudian.
Fatih hanya berdiam di depan meja kantornya. Ia memikirkan apa yang diminta kedua orangtuanya beberapa hari ini. Mereka meminta Fatih untuk menikah dengan gadis yang telah dipilih keduanya. Ia mempertimbangkan untuk bertemu dengannya dulu. Malam harinya, Fatih dan kedua orangtuanya datang berkunjung ke rumah gadis itu, namanya Nanda. Setelah mulai berbincang, seseorang datang mengantar minuman. Sekejap, Fatih seperti pernah bertemu dengannya. Ketika gadis berjilbab itu meletakkan minuman di depannya, Fatih mencoba menyapa.

“Permisi, apa aku mengenalmu?” gadis itu menatap Fatih sekejap dan terkejut.
“Kamu yang di perpustakaan dulu?” ucap gadis itu. Ternyata Fatih tidak salah, dialah gadis yang dulu membantunya.
Tiba-tiba Nanda berkata, “Kakak, apakah dia orang yang dulu pernah kakak ceritakan padaku?” Ruangan itu tiba-tiba menjadi sunyi dan gadis itu pun ke luar dari ruangan ini. Sang ayah seperti memberi isyarat pada ayahku untuk berbicara empat mata di luar. Setelah masuk, wajah mereka tampak sumbringah.

“Begini, aku dan Ayahmu sudah sepakat untuk menjodohkan kalian berdua.” Nanda tampak terkejut.
“Ayah, Ayah tahu kan..” tapi kata-katanya dihentikan gerakan halus tangan ayahnya.
“Ayah tahu sayang, karena itu… Aira, masuklah!” Setelah perintah tadi, gadis tadi masuk kembali ke ruangan.
“Iya Ayah,” ucapnya sambil menundukkan kepalanya.
“Kamu sudah menolak beberapa laki-laki yang datang ke rumah ini, Ayah tahu kamu menunggu seseorang, diakah yang kau tunggu?”

Pertanyaan ayahnya membuat jantung Fatih berdegup kencang. Gadis itu hanya diam dan menundukkan kepalanya semakin dalam. Bukannya marah karena tak dijawab, tapi ayahnya malah tersenyum. “Nah, sekarang Nak Fatih, maukah kamu aku nikahkan dengan anakku, Aira?” Fatih terkejut dan tak bisa berkata-kata sedang ayahnya merangkul pundaknya dan tersenyum padanya, ayahnya tahu. Fatih menundukkan kepalanya dan dengan halus berkata, “Iya, saya mau.” Sekejap seisi ruangan dipenuhi dengan suara tahmid. Fatih dan Aira melirik dengan malu-malu. Sebulan kemudian pernikahan dilangsungkan. Pertemuan yang tak pernah diduga, pertemuan pertama menjadi perkenalan dan pertemuan yang kedua menjadi takdir untuk bersama.

http://cerpenmu.com/cerpen-cinta-islami/pertemuan-kedua-2.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar